Bahasa Inggris Akan Dihapus dari Kurikulum SD
JAKARTA, KOMPAS.com — Mata pelajaran Bahasa Inggris
tidak akan lagi dimuat dalam kurikulum wajib untuk siswa sekolah dasar
(SD) yang akan diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pada tahun ajaran 2013-2014. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Musliar Kasim mengatakan, mata pelajaran ini ditiadakan untuk siswa SD
karena untuk memberi waktu kepada para siswa dalam memperkuat kemampuan
bahasa Indonesia sebelum mempelajari bahasa asing.
"SD tidak ada
pendidikan Bahasa Inggris karena Bahasa Indonesia saja belum ngerti.
Sekarang ada anak TK saja les Bahasa Inggris. Kalau bahasa kasarnya, itu
haram hukumnya. Kasihan anak-anak," kata Musliar, di Park Hotel,
Jakarta, Rabu (10/10/2012).
Ia menegaskan bahwa aturan ini harus
diikuti oleh semua sekolah. Namun, jika ada sekolah yang menjadikan mata
pelajaran Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran tambahan, itu merupakan
persoalan lain dan akan dipertimbangkan lagi.
"Sekolah harus
ikuti ini kalau dijadikan tambahan itu persoalan lain. Akan tetapi,
untuk sekolah negeri, jelas tidak boleh," ujar Musliar.
Untuk
sekolah internasional yang umumnya menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar, pihaknya belum melakukan kajian mendalam. Namun,
kurikulum baru ini tetap akan dirumuskan dan untuk sekolah internasional
akan diatur belakangan.
"Kurikulum tetap kami buat, tetapi untuk
internasional akan kita atur belakangan. Yang jelas mereka harus ikuti
ketentuan kurikulum kita, enggak boleh lepas," tandasnya.
Seperti
diketahui, kurikulum untuk siswa SD akan dipadatkan hanya enam mata
pelajaran, yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya, dan
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Namun, ini baru disepakati untuk siswa
kelas 1-3 saja, sedangkan kelas 4-6 masih didiskusikan lagi.
Selengkapnya..
Enam (6) Mata Pelajaran Saja untuk Kelas I-III SD
JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus mengupayakan perombakan kurikulum semua jenjang sekolah untuk tahun ajaran 2013-14. Jika sebelumnya rencana kurikulum untuk sekolah dasar (SD) menguat ke tujuh mata pelajaran, kini ada perubahan.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim mengatakan bahwa hanya akan ada enam mata pelajaran untuk para siswa SD dalam tahun ajaran mendatang. Namun, kepastian jumlah enam mata pelajaran ini masih disepakati hanya untuk kelas I-III SD.
"Yang disepakati (satu mata pelajaran) kelas I-III (SD) hilang. Untuk kelas IV-VI masih dibahas dan belum final," kata Musliar, di Park Hotel, Jakarta, Rabu (10/10/2012).
Adapun enam mata pelajaran yang akan diberikan pada siswa kelas I-III SD ini adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Seni Budaya, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Sementara untuk mata pelajaran seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak akan dihapus begitu saja, tetapi akan diintegrasikan dengan mata pelajaran lain. Menurut Musliar, mata pelajaran ilmu pengetahuan ini akan menjadi penggerak dan akan menarik mata pelajaran lain.
"Contohnya Bahasa Indonesia, selama ini ilmu kebahasaan kering. Dengan dimasukkan ilmu itu, bisa menjadi kalimat yang hidup. Kalau selama diajarkan hanya 'Ini Ibu Budi', enggak ada makna," jelas Musliar.
Perombakan kurikulum ini juga nantinya akan diterapkan bagi siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Untuk SMP, yang wajib tetap enam mata pelajaran seperti tingkat SD, tetapi kemudian akan ditambah Bahasa Inggris dan ilmu pengetahuan seperti IPA dan IPS.
"Untuk SMA, ilmu pengetahuan akan dipecah. Untuk IPA ada Matematika, Fisika, dan Kimia. Kalau IPS ada Sosiologi dan Antropologi. Tapi, itu belum selesai dibahas," tandasnya.
Seperti diberitakan, kurikulum baru ini akan mulai disosialisasikan dan diuji publik sebelum Februari 2013 dan mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2013-2014. Nantinya kurikulum baru ini akan menitikberatkan pada mata pelajaran yang membentuk sikap untuk siswa SD, mengasah keterampilan untuk siswa SMP, dan membangun pengetahuan untuk siswa SMA.
Selengkapnya..
KONTROVERSI CERITA
“BANG MAMAN DARI KALI PASIR”
“BANG MAMAN DARI KALI PASIR”
Masih hangat cerita
tentang "istri simpanan" pada judul "Bang
Maman dari Kali Pasir" yang termuat dalam Lembar Kerja Siswa
Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta (PLBJ) sebagai muatan lokal untuk
siswa kelas II SD di Jakarta, materi tersebut menjadi sangat popular setelah
muncul pemberitaan di mana-mana, baik dari media cetak maupun media elektronik. Buku tersebut terbitan dari penerbit Media Kreasi.
Hal kontroversial yang
menjadi hangat pembicaraan adalah adanya kalimat “Istri Simpanan”. Diberitakan bahwa Intan Budi Utoyo (34). Dia
amat kaget saat anaknya bertanya soal istri simpanan. "Bu, istri simpanan itu apa?" ujar
Intan, menirukan pertanyaan anaknya, Hana (8).
Intan menuturkan itu saat berbincang dengan detikcom, Kamis (12/4/2012).
Menurut
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (Sekjen FSGI) Retno
Listyarti mengatakan, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta harus
bertanggungjawab atas beredarnya LKS dan buku teks Pendidikan Lingkungan Budaya
Jakarta (PLBJ). Disdik DKI dinilai lalai sehingga LKS dan buku teks yang memuat
materi kontroversial bisa beredar dan dikonsumsi oleh para siswa SD. "Sebenarnya kisah Bang Maman ada di
semua buku teks PLJB dan dijual di toko buku," kata Retno kepada Kompas.com,
Jumat (13/4/2012), di Jakarta.
Retno
menegaskan, LKS dan buku teks PLBJ mata pelajaran muatan lokal yang memuat
dongeng "Bang Maman dari Kali Pasir”,
dapat leluasa diedarkan lantaran diatur dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar (SKKD). "Kalau pak menteri mencari siapa yang harus
bertanggungjawab, ya seharusnya Disdik DKI," kata Retno kepada Kompas.com,
Jumat (13/4/2012), di Jakarta.
Ia
menjelaskan, semua buku teks yang beredar selalu diatur berdasarkan SKKD yang
dibawahi langsung oleh Badan Standarisasi Nasional Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (BSNP Kemdikbud). Akan tetapi, khusus untuk PLBJ yang
masuk dalam mata pelajaran muatan lokal, diberikan kewenangan lebih kepada
Disdik DKI untuk menyesuaikan dengan keperluan budaya, dan perkembangan siswa
setempat.
"SKKD
itu oleh pemerintah pusat, tapi untuk muatan lokal Disdik setempat boleh
melakukan penyesuaian. Maka kalau ada yang salah, itu bukan penulis dan
penerbit, tapi Disdik DKI," ujarnya.
Selengkapnya..
Subscribe to:
Posts (Atom)